Rabu, 17 Juni 2009

KEBERADAAN ANAK-ANAK DALAM INDUSTRI PARIWISATA

Oleh : Ni Made Tirtawati

Pendahuluan

Pariwisata terkait erat dengan berbagai penyakit sosial seperti pelacuran, kriminal, dan penyalahgunaan narkoba sebagai dampak negatif pariwisata. Mengenai keterkaitan kegiatan seks dengan pariwisata, Hall (1992, dalam Pitana & Gayatri, 2005) menyebutkan bahwa seks atau prostitusi merupakan bagian integral dari pariwisata. Adalah suatu kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa pemenuhan kebutuhan seksual merupakan salah satu motivasi orang melakukan perjalanan wisata. Di dalam usaha mendapatkan manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya, pelaku pariwisata di daerah tujuan wisata berusaha memenuhi motivasi ini, dan proses pemenuhan kebutuhan wisatawan ini pada akhirnya menyebabkan prostitusi kini menjadi industri multinasional.

Aktivitas pariwisata mempunyai potensi untuk terjadinya eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur baik oleh pelanggar pedofilia dan dalam bentuk prostitusi. Child sex tourism dan prostitusi anak merupakan tindakan kekerasan dan melanggar hak asasi manusia dan tidak ada alasan untuk melakukan ini kapanpun dan dimanapun. Semua anak, kaya atau miskin, berhak mendapatkan perlindungan dari segala macam bentuk kekerasan maupun eksploitasi seks oleh wisatawan. Oleh karena itu sudah seharusnya ditindaklanjuti pencegahan dan pemberantasannya oleh semua pihak dengan memberdayakan semua komponen pariwisata dan masyarakat.

Tulisan ini akan mencoba mendeskripsikan tentang pentingnya hak asasi anak dalam dunia pariwisata, serta peran industri jasa pariwisata dan masyarakat dalam mencegah child sex tourism?

Dampak Sosial Budaya Pariwisata

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Penelitian tentang dampak sosial budaya pariwisata biasanya dilakukan dalam tiga kategori yaitu wisatawan, penduduk lokal dan hubungan antara wisatawan dengan penduduk lokal. Penelitian yang dilakukan oleh Fox (1977) dalam Mathieson & Wall (1986) bahwa pariwisata berkontribusi dalam perubahan sistem nilai, tingkah laku individu, hubungan antar keluarga, upacara-upacara tradisional, ekspresi kreativitas serta organisasi kemasyarakatan. Pernyataan yang sangat sederhana diungkapkan oleh Wolf (1973) bahwa dampak sosial budaya merupakan dampak pada manusianya, bahwa pariwisata berdampak pada manusia dalam komunitas masyarakat lokal baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan dengan wisatawan (Mathieson&Wall , 1986)

Menurut Sirtha (2005), bahwa pengaruh langsung wisatawan mancanegara terhadap masyarakat berdampak pada perubahan perilaku masyarakat setempat. Perilaku positif wisatawan mancanegara antara lain mendambakan kebersihan, keamanan, kenyamanan, ketertiban, keramahtamahan, keindahan dan kesejukan. Pengaruh negatif wisatawan antara lain kebiasaan minum, mabuk-mabukan, merokok, narkoba dan sex bebas. Sedangkan Fletcher (2007) menyebutkan bahwa dampak sosial budaya pariwisata yang spesifik adalah sex, kriminalitas dan masalah kesehatan.

Child Sex Tourism

Child Sex Tourism adalah sebuah bentuk eksploitasi seksual terhadap anak-anak di bawah umur (Commercial Sexual Expoitation of Children/CSEC). Termasuk di dalamnya prostitusi, pornografi, dan pelanggaran serta perdagangan anak. Menurut ECPAT (2003), Child Sex Tourism adalah perbuatan melanggar hukum di hampir semua negara, yang dibagi atas dua kategori yaitu

(1). Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dalam bentuk prostitusi. Anak-anak dibawah umur diperdagangkan di bar dan di rumah bordil. Jenis orang yang membeli di rumah bordil disebut pelanggar “oportunis/situasional”. Mungkin di negara sendiri mereka tidak pernah mengunjungi rumah bordil, namun sebagai wisatawan mereka seolah-olah tidak peduli. Selain itu juga mereka dalam suasana berlibur atau karena takut terjangkit penyakit HIV/AIDS karena beranggapan bahwa pelacur anak-anak kecil kemungkinan terinfeksi.

(2). Kategori yang kedua adalah adalah pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur oleh pelanggar pedofilia. Pedofilia merupakan pilihan aktivitas seksual yang ditujukan kepada prapubertas atau awal pubertas. Aktivitas seksual yang dimaksud dapat berupa fantasi, keinginan ataupun perilaku seksual yang terjadi oleh karena penderitaan atau penghinaan dari seseorang atau pasangan hidupnya, dapat pula oleh karena kegagalan dalam masyarakat, pekerjaan atau fungsi-fungsi penting lainnya (Basudewa, 2001). Berdasarkan PPDGJ II, pedofilia didefinisikan sebagai preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya prepubertas atau awal pubertas, baik laki-laki maupun perempuan. Preferensi tersebut harus berulang dan menetap. Termasuk juga dalam golongan ini, laki-laki dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang diharapkan maka kebiasaannya beralih kepada anak-anak sebagai penggantinya. (Maslim, 2003).

Teori Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto , 2003). Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, faktor sugesti, identifikasi dan faktor simpati. Lebih lanjut dijelaskan, suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Suatu kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

Interaksi Antara Wisatawan dengan Masyarakat Lokal

Sebagai wisatawan, tidaklah mungkin untuk tidak berhubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain yang dimaksud adalah hubungan dengan sesama wisatawan ataupun hubungan dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata atau juga kedua-duanya, yaitu dengan wisatawan dan sekaligus dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata (Sharply, 1994).

Winaya (2005) menjelaskan bahwa hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal sesungguhnya tidak terbatas pada hal-hal tertentu saja. Motivasi wisatawan melakukan perjalanan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor dengan tingkah laku dan harapan yang berbeda-beda serta mereka dari latar belakang sosio budaya yang sangat beragam.

Hak Asasi Anak-anak dan Pariwisata

Deklarasi mengenai hak asasi (The Universal Declaration of Human Right) diadopsi oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Ini pertama kali terjadi dalam sejarah bahwa sebuah dokumen dianggap memiliki nilai yang berlaku secara universal dan diadopsi oleh sebuah lembaga internasional sebagai akibat keinginan bersama akan adanya perdamaian setelah perang dunia II. Hal ini juga pertama kalinya hak asasi dan masalah kebebasan yang sangat fundamental dijabarkan secara terperinci.

Anak-anak berhak atas haknya yang dijamin melalui deklarasi mengenai hak asasi manusia tetapi mereka juga membutuhkan perlindungan dan perhatian khusus. Menurut UN CRC pasal 1, semua orang di bawah umur 18 tahun adalah anak-anak, kecuali jika negara membuat peraturan tersendiri. Konvensi PBB tentang hak asasi anak (United Nations Convention on the Rights of the Child) diterima secara universal sebagai perjanjian yang berisi tentang hak asasi anak yang disetujui oleh Sidang Umum PBB pada tahun 1989 dan ditandatangani oleh 198 negara. Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk diskriminasi, penelantaran dan kekerasan. Beberapa pasal dalam konvensi yang terdiri dari 54 pasal ini memberi penekanan tentang ekspoitasi anak dan konsekwensinya. Hal ini menunjukkan bahwa negara yang ikut meratifikasi konvensi tersebut harus mengambil tindakan yang sesuai untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental (pasal 19), dari pemaksaan anak agar melakukan kegiatan seks; eksploitasi anak melakukan kegiatan prostitusi dan segala bentuk kegiatan yang melanggar hukum; dari kegiatan yang menggunakan anak-anak sebagai pertunjukkan atau gambar-gambar pornografi (pasal 34) dan dari kegiatan penculikan, perdagangan, pelanggaran terhadap anak untuk tujuan apapun (pasal 35).

Pada bulan Mei 2000, sidang Umum PBB mengadopsi peraturan tambahan untuk menambah tindakan pencegahan yang bernama ”The Optional Protocol to the Convention on the Right of the Child on the Sale of Children (Trafficking), Child Prostitusion and Child Pornography”. Tambahan ini menjadi acuan untuk menangani secara spesifik usaha pencegahan, perlindungan terhadap korban dan serta memberikan kerangka bekerja untuk kerjasama Internasional untuk menjerat pelanggar secara hukum.

The Stocklom Declaration and Agenda for Action menjelaskan bahwa komersialisasi anak-anak untuk eksploitasi seks merupakan pelanggaran hak asasi anak yang paling fundamental. Termasuk kekerasan seks oleh orang dewasa dan pemberian uang atau ungkapan dalam bentuk lain kepada anak atau pihak ketiga. Tindakan komersial yang mengeksploitasi anak-anak merupakan bentuk lain dari pemaksaan dan kekerasan terhadap anak dan tindakan kerja paksa serta bentuk lain dari perbudakan. Dalam agenda ini terdapat indikasi untuk memberdayakan industri pariwisata agar menggunakan jaringannya untuk mencegah ekspoitasi dan perdagangan anak, beserta pembangunan, penguatan dan implementasi dari “extra territorial laws” untuk yang terlibat dalam kejahatan seksual di daerah tujuan wisata.

Organisasi Pariwisata Dunia, WTO menyetujui kode etik global untuk pariwisata (Global Code of Ethics for Tourism) pada bulan Oktober 1999, yang memuat prinsip-prinsip dalam pengembangan kepariwisataan, dan sebagai acuan bagi berbagai stakeholder pariwisata denga tujuan untuk meminimalis dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan dan peninggalan budaya dan memaksimalkan peningkatan dalam pengembangan yang berkelanjutan dengan pengentasan kemiskinan dan menciptakan kerukunan antar masyarakat. Dalam pasal 2 point 3 disebutkan “Ekspoitasi kemanusiaan dalam segala bentuknya, khususnya sex, terutama yang berkaitan dengan anak-anak, adalah bertentangan dengan tujuan dasar kepariwisataan dan pengingkaran terhadap tujuan mulia kepariwisataan ; dalam hubungan ini, sesuai dengan peraturan internasional harus dilarang sekeras-kerasnya dengan kerjasama dari Negara—negara yang bersangkutan dan dikenai sanksi yang seberat-beratnya oleh baik Negara yang dikunjungi maupun oleh Negara asal pelaku dari pelanggaran tersebut, walaupun itu dilakukan di luar negerinya.

Sektor pariwisata dapat memberikan kontribusi di dalam mempromosikan hak asasi manusia melalui penciptaan peluang untuk memahami nilai-nilai kebebasan, keadilan dan kedamaian dalam kehidupan. Di lain pihak pariwisata dalam bentuk yang mengeksploitasi laki-laki, perempuan dan anak-anak adalah bentuk pelanggaran terhadap hak asasi.

Peran Industri Pariwisata untuk Mencegah Child Sex Tourism

Kongres Dunia I tahun 1996 tentang komersialisasi dan eksploitasi seks anak diwakili oleh Organisasi Pariwisata Dunia (WTO), IATA, IH&RA, UFTAA menghasilkan komitmen untuk mendukung dan melakukan perjanjian menghapuskan Child Sex Tourism. Industri pariwisata sangat berkepentingan untuk terlibat dalam kampanye anti Child Sex Tourism. Biasanya pemandu wisata, staf front office, housekeeping, staf keamanan, pengemudi adalah ujung tombak pariwisata yang biasanya didekati oleh pelanggar seks yang mencari anak-anak untuk kegiatan seksnya.

Kebanyakan asosiasi pariwisata internasional sudah memiliki panduan dalam melakukan pencegahan terhadap child sex tourism diantaranya disajikan pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1

Panduan dan Deklarasi Asosiasi Industri Pariwisata International Untuk Mencegah Child Sex Tourism


Sumber : http://www.ecpat.org

Masing-masing industri pariwisata dapat mengacu pada panduan deklarasi yang telah disepakati dalam melaksanakan upaya-upaya pencegahan terhadap tindak kriminal di daerah tujuan wisata yang dilakukan oleh wisatawan.

ECPAT (End Child Prostitution in Asian Tourism) dan organisasi internasional lainnya memiliki gagasan untuk meningkatkan kesadaran dan melakukan pencegahan terhadap Child Sex Tourism. ECPAT yang memiliki jaringan di seluruh dunia telah menghasilkan selebaran, poster, dompet tiket, sticker untuk jendela, label bagasi dan paket pelatihan bagaimana mendidik wisatawan untuk menghindari kekerasan dan pelecehan seks terhadap anak-anak.

Selain dilakukan oleh industri pariwisata yang terlibat langsung dengan wisatawan, perlu adanya kerjasama Internasional, Regional dan Bilateral antar Negara untuk memerangi Child Sex Tourism. Salah satunya adalah kerjasama internasional antara polisi (Interpol) yang mengatur penegakan hukum termasuk penyelidikan Child Sex Tourism, pelanggaran dan perdagangan terhadap anak-anak, pornografi anak.

Pemerintah Daerah Bali bekerjasama dengan Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, pihak kepolisian, LSM perlu mensosialisasikan upaya-upaya pencegahan pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh wisatawan khususnya pada beberapa wilayah yang menjadi sasaran para pengidap pedofilia. Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan anak-anak untuk berhati-hati dalam berinteraksi dengan wisatawan apabila menerima tawaran-tawaran yang sifatnya mengikat. Selain itu juga penduduk lokal agar selalu tanggap apabila ada wisatawan yang berkunjung ke desa untuk mengajak anak-anaknya diasuh dan berniat untuk menjadikan anak angkat. Oleh karena itu perlu adanya dukungan semua pihak secara sistematik dan holistik untuk mencegah Child Sex Tourism yang sangat membahayakan keberlanjutan generasi muda Bali.

Simpulan

Bahwa masalah eksploitasi seksual terhadap anak-anak adalah bertentangan dengan tujuan dasar kepariwisataan dan pengingkaran terhadap tujuan mulia kepariwisataan, sehingga hak asasi anak ini perlu diperhatikan dan dilindungi.

Pemerintah, komponen industri pariwisata, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat harus melakukan upaya dan tindakan-tindakan nyata untuk mencegah terjadinya Child Sex Tourism secara bersama-sama, sistematik dan holistik kepada anak-anak secara berkesinambungan.

IMPLEMENTASI STRATEGI FOKUS BIAYA RENDAH PADA INDUSTRI JASA PENERBANGAN

Oleh :

Ni Made Tirtawati

Pendahuluan

Dalam kondisi ekonomi sekarang ini tidaklah mudah bagi perusahaan untuk dapat bertahan dan berkembang. Setiap organisasi bisnis dihadapkan kepada dua jenis lingkungan yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Makin besar suatu perusahaan, makin kompleks pula bentuk, jenis dan sifat interaksi yang terjadi dalam menghadapi kedua jenis lingkungan tersebut. Perusahaan perlu memahami kondisi lingkungan internal secara luas dan mendalam untuk dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan. Selain mengetahui kekuatan dan kelemahan, perusahaan perlu mencermati peluang yang ada dan memanfaatkannya agar perusahaan memiliki keunggulan kompetitif.

Bahwa untuk mengemban misi perusahaan, tidak bisa dielakkan bahwa perusahaan akan berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Pengenalan lingkungan eksternal secara tepat merupakan suatu keharusan bagi perusahaan. Menurut Siagian (2001), bahwa pengenalan lingkungan eksternal secara tepat semakin penting karena :

  1. jumlah faktor-faktor yang berpengaruh tidak pernah konstan melainkan selalu berubah,
  2. intensitas dampaknya beraneka ragam,
  3. adanya faktor-faktor eksternal yang merupakan ’kejutan’ yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya,
  4. kondisi eksternal itu berada di luar kemampuan organisasi.

Salah satu kenyataan hidup dalam dunia bisnis adalah terjadinya persaingan yang ada kalanya makin tajam. Salah satu penyebab terjadinya persaingan yang semakin tajam adalah makin banyak perusahaan yang menghasilkan dan memasarkan produk yang serupa atau sejenis atau makin banyaknya perusahaan yang mampu menawarkan produk kepada konsumen dengan manfaat yang relatif sama. Sifat, bentuk dan intensitas persaingan yang terjadi dan cara yang ditempuh oleh pengambil keputusan mempengaruhi tingkat keuntungan suatu perusahaan. Dalam kondisi demikian, manajemen perusahaan akan berusaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan secara terus menerus perusahaannya. Adanya persaingan yang semakin ketat, menuntut kemampuan perusahaan untuk dapat menentukan strategi yang cocok bagi jalannya perusahaan, sehingga dapat tetap bertahan dalam persaingan.

Kondisi yang sama dihadapi oleh perusahaan penerbangan dalam persaingan bisnis usaha jasa transportasi udara. Perusahaan yang bergerak pada bisnis ini cukup banyak dengan menawarkan produk yang sama. Selain itu juga dengan adanya globalisasi ekonomi, mudahnya pasar untuk mengakses, kemajuan teknologi telah menciptakan sebuah ”bom” bepergian. WTO memprediksikan bahwa jumlah perjalanan intenasional akan meningkat dari 697 juta orang pada tahun 200 menjadi 1 milyar pada tahun 2010. Dengan adanya pertumbuhan ini secara langsung akan meningkatkan perjalanan transportasi udara.(Archambault & Roy, 2002)

Oleh karena itu perusahaan maskapai penerbangan harus menerapkan strategi yang handal agar dapat membawa perusahaan unggul dalam persaingan. Strategi tersebut memberikan kerangka bagi keputusan manajerial yang berguna bagi perusahaan penerbangan untuk menyadari kapan, dimana dan bagaimana seharusnya perusahaan bersaing. Tentu saja situasi persaingan yang terjadi dalam industri jasa penerbangan tidak hanya harus diantisipasi akan tetapi dihadapi antara lain melalui strategi bisnis yang tepat. Salah satu strategi yang dapat membawa perusahaan untuk memiliki keunggulan bersaing adalah dengan menerapkan strategi fokus biaya rendah yang sudah diterapkan oleh beberapa perusahaan dalam menghadapi persaingan industri jasa transportasi udara.

Berdasarkan pada paparan diatas dalam tulisan ini akan membahas lebih jauh tentang strategi fokus biaya rendah berdasarkan strategi generik dari model Porter dan bagaimana strategi fokus biaya rendah diimplementasikan dalam industri jasa transportasi udara.

PEMBAHASAN

Pengertian dan Klasifikasi Strategi

Pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam karya buku mereka masing-masing. Menurut Stephanie K.Marrus, seperti yang dikutip Sukristono (1995) dalam (Umar , 2005), strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan menurut Hamel dan Prahalad (1995) dalam (Umar, 2005) mendefinisikan strategi yang terjemahannya seperti berikut :

”Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa) meningkat dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir sama selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti. Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

Menurut teori manajemen strategi, strategi perusahaan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis perusahaan. Selain itu juga dikenal strategi perusahaan yang dikasifikasikan atas dasar tingkatan tugas. Strategi-strategi yang dimaksud adalah strategi generik (generic strategy) yang akan dijabarkan menjadi strategi utama/induk (grand strategy). Strategi induk ini selanjutnya dijabarkan menjadi strategi di tingkat fungsional perusahaan yang disebut dengan strategi fungsional seperti pemasaran, keuangan, SDM, dan operasional.

Strategi perusahaan akan berbeda-beda antar industri, antar perusahaan, dan antar situasi. Namun, ada sejumlah strategi yang sudah banyak diketahui umum dan dapat diterapkan pada berbagai bentuk industri dan ukuran perusahaan yang dikelompokkan ke dalam strategi generik. Porter mendefinisikan strategi generik sebagai suatu pendekatan strategi perusahaan dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri sejenis (Umar, 2005). Dalam praktek, setelah perusahaan mengetahui strategi generiknya, untuk implementasinya akan dtindaklanjuti dengan langkah penentuan strategi yang lebih operasional. Ada tiga macam model strategi generik yang dikenal yaitu model dari Wheelen dan Hunger, model dari Michael P.Porter, dan model dari Fred R.David.

Strategi Generik dari Michael R.Porter

Menurut Porter dalam (Arif & dkk, 2004) jika perusahaan ingin meningkatkan usahanya dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan harus memilih prinsip berbisnis, yaitu produk dengan harga tinggi atau produk dengan biaya rendah, bukan kedua-duanya. Model strategi generik dari Porter dapat digambarkan melalui dua sumbu X dan Y seperti berikut ini :


Berdasarkan prinsip ini, Porter menyatakan terdapat tiga strategi generik yaitu strategii diferensiasi (differentiation), strategi kepemimpinan biaya menyeluruh (overall cost leadership) dan strategi fokus (focus).

a. Strategi Diferensiasi (Differentiation)

Strategi ini cirinya adalah bahwa perusahaan mengambil keputusan untuk membangun persepsi pasar potensial terhadap suatu produk/jasa yang unggul agar tampak berbeda dengan produk yang lain. Dengan demikian, diharapkan calon konsumen mau membeli dengan harga mahal karena adanya perbedaan itu.

b. Strategi Kepemimpinan Biaya Menyeluruh (Overall Cost Leadership)

Strategi ini cirinya adalah perusahaan lebih memperhitungkan pesaing daripada pelanggan dengan cara harga jual produk yang murah, sehingga biaya produksi, promosi maupun riset dapat ditekan, bila perlu produk yang dihasilkan hanya sekedar meniru produk dari perusahaan lainnya.

c. Strategi fokus (focus)

Strategi ini cirinya adalah perusahaan mengkonsentrasikan pada pangsa pasar yang kecil untuk menghindar dari pesaing. Strategi ini memiliki dua varian yaitu fokus pada biaya (cost focus) dan fokus pada produk (differentiation focus).

Maskapai Penerbangan Bertarif Murah (Low Cost Carrier)

Dalam tulisan Cobb (2005) dipaparkan tentang daur perjalanan industri penerbangan bahwa pada tahun 2000 (Lorenzo, 2001), industri ini mengalami penurunan pendapatan yang cukup tajam. Jika dilihat dari kinerja keuangan, seperti yang dilaporkan bahwa keuntungan margin untuk industri penerbangan selama tahun 1980 adalah 1,6 % (Poling, 1990) dan hanya 1,0% selama periode 1990 dan 2000 (Samuelson, 2001) sebelumnya tercatat adanya kehilangan 7 juta $ di tahun 2001, 7.5 juta $ di tahun 2002 dan 5,3 juta $ di tahun 2004 (Velocci, 2004). Akan tetapi hanya Southwest Airlines yang memiliki keuntungan sepanjang waktu selama 30 tahun. Menurut Forsbeg ( 2001) dan Kangis & O’Reilly (2003) dalam Cobb (2005) perlu adanya restrukturisasi berdasarkan pada biaya, harus dijalankan oleh industri sebagai salah satu strategi bertahan jangka panjang. Strategi biaya rendah adalah salah manufer yang khusus yang digunakan dalam industri yang sudah berkembang dimana pembeli berpengalaman yang tergantung dengan diskon, diikuti dengan ciri produk yang tidak terdiferensiasi.

Penerbangan bertarif murah bergabung di Amerika Serikat melalui Deregulasi Aksi tahun 1978. Adanya deregulasi di Amerika Serikat dan liberalisasi di Eropa, dimungkinkan masuknya maskapai penerbangan yang memulai beroperasi dengan memilih strategi yang spesifik yaitu menawarkan tarif murah pada tujuan yang populer. Bergabungnya maskapai penerbangan ini bergantung pada biaya dan budaya pelayanan yang rendah. Salah satu maskapai penerbangan tersebut adalah Southwest Airlines. Pada tahun 1993, Departemen Transportasi Amerika Serikat melaksanakan studi bahwa pengembangan Southwest Airlines membawa perubahan yang mendasar pada industri penerbangan Amerika Serikat pada beberapa tahun yang lalu (Gilbert, et al , 2001).

Perjalanan udara bertarif murah bukanlah sebuah fenomena baru, hampir 25% penumpang domestik di Amerika Serikat dan Australia bepergian dengan maskapai penerbangan bertarif murah. Maskapai penerbangan murah atau low-cost airline, low-cost carrier, budget carrier, no frills airline merupakan perusahaan penerbangan dengan biaya operasi rendah yang menawarkan tiket dengan diskon sebesar-besarnya. Dalam sidang pimpinan perusahaan penerbangan di Korea Selatan, Philip D. Roberts, Wakil Presiden dan Direktur Pelaksana Unisys R2A dan Pimpinan Redaksi Scorecard yang memantau kinerja Low Cost Carrier (LCC) di seluruh dunia mengatakan bahwa LCC adalah perusahaan penerbangan yang dioperasikan secara efisien sehingga dicapai biaya terendah yang dimungkinkan untuk produk layanan yang ditawarkan-(dan tetap) konsisten dengan integritas dan keselamatan operasional. (www2.kompas.com).

Rizal Ahmad & Mark Neal (2006) menjelaskan bahwa sebuah penerbangan bertarif murah, berjalan pada prinsip meminimalkan biaya operasional dan memaksimalkan pendapatan penjualan. Meminimalkan biaya merupakan prinsip utama dalam bisnis ini. Prinsip bisnis ini tidak berimplikasi bahwa produk penerbangan bertarif murah selalu paling murah dalam pasarnya atau merupakan produk dengan kualitas rendah. Biaya rendah merupakan sebuah prinsip bisnis yang secara sederhana menekan kebutuhan untuk menjaga agar operasionalnya berbiaya rendah. Bisnis berbiaya rendah harus memakai teknologi tinggi dan peralatan mahal.

Hal ini tidak selalu berarti penerbangan yang ditawarkan semua kelas ekonomi dan tanpa hidangan. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, LCC Air Tran dan Spirit mempunyai kabin first class. Di Asia, AirAsia dan Virgin Blue adalah LCC yang menawarkan diskon, tetapi tidak menyediakan layanan kabin gratis. Sementara itu, Australian Airlines milik Qantas, JAL Express milik Japan Airlines, dan Air Japan milik All Nippon yang masih menawarkan sejumlah layanan selama terbang tetap digolongkan LCC karena mereka menerapkan biaya operasional rendah.

Sejarah Maskapai Penerbangan Bertarif Murah

Keberhasilan maskapai penerbangan bertarif murah diawali oleh Southwest Airlines (SWA) di Amerika Serikat, yang beroperasi pada tahun 1971 dan mulai memperoleh keuntungan pada tahun 1973. Dengan semakin bangkitnya deregulasi penerbangan akhirnya model ini menyebar ke Eropa, dengan disusul kesuksesan dari Ryanair pada tahun 1990, EasyJet pada tahun 1995. Maskapai penerbangan juga mulai dibangun di Asia dan Oceania pada tahun 2000 oleh maskapai penerbangan AirAsia di Malaysia, Air Deccan di India dan Virgin Blue di Australia. Model maskapai penerbangan murah dapat diterapkan diseluruh dunia, walaupun kebijakan pasar meningkat secara cepat. Dan pada tahun 2006, model ini mulai diterapkan di Saudi Arabia dan Meksiko. Dalam Tabel 1 di bawah ini disajikan beberapa negara yang memiliki maskapai penerbangan bertarif murah.

Tabel 1 Beberapa Maskapai Penerbangan Bertarif Murah


Sumber : Data diolah dari berbagai sumber

Implementasi Strategi Fokus Biaya Rendah

Bergabungnya maskapai penerbangan dengan biaya rendah merupakan suatu era baru dalam bisnis transportasi udara. Adanya maskapai penerbangan murah ini membuat persaingan airline menjadi ketat. Para maskapai penerbangan menyadari bahwa selama ini banyak operasionalnya yang tidak efisien. LCC telah membuktikan bahwa pelayanan terbaik masih bisa diberikan dengan biaya murah. Terkait dengan masalah kecelakaan, misalnya, itu bukan karena berbiaya rendah dan atau tidak. Komponen safety dan secure adalah default, mutlak, tidak boleh diutak atik dengan alasan apa pun. ICAO dan FAA tetap mensyaratkan aturan prosedur penerbangan harus ditaati tanpa membedakan apakah penerbangan murah atau tidak. Tidak ada aturan yang membolehkan mengganti ban pesawat dengan ban vulkanisir karena alasan low fare, atau mencampur fuel dengan air, atau mengangkut barang melebihi batas berat aman untuk terbang, atau mengurangi frekuensi kalibrasi instrument navigasi dan keselamatan

Penumpang membayar biaya tiket pesawat terdiri dari beberapa komponen, yaitu operation cost, service cost, bahan bakar, asuransi dan pajak. Dari semua komponen itu, perusahaan menekan operation dan service cost dengan menghilangkan banyak komponen service dan sedikit operation cost. Pengurangan inilah yang menyebabkan harga tiket menjadi murah. Seperti yang dijelaskan oleh Lewis (1998), untuk dapat memberikan penerbangan dengan biaya rendah, Southwest mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi dalam pengoperasiannya. Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian Gilbert, et al (2001), bahwa efisiensi adalah salah satu aspek kesuksesan dari Southwest Airlines. Selain itu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Rajasekar & Moideenkutty (2007), bahwa dengan adanya fokus pada pengurangan biaya, maskapai penerbangan Oman Air telah menghasilkan simpanan sebesar 2 juta US $.

Hasil penelitian Gilbert, et, al (2001) pada 5 maskapai penerbangan murah di Inggris pada Ryanair, EasyJet, Debonair, Virgin Express dan Go, menunjukkan adanya perbedaan karakteristik antara a no frills airline dengan a larger established airline. Adapun karakteristik maskapai penerbangan bertarif murah adalah

· Membuat perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menawarkan penerbangan langsung non stop.

· Bandara yang digunakan biasanya adalah bandara sekunder yang lokasinya berada di pusat kota.

· Pemesanan tiket biasanya dilakukan secara langsung melalui telepon atau internet.

· Managemen imbal hasil yang agresif dengan menerapkan tingkat harga yang beragam dan kapasitas tergantung pada faktor load dan pada saat tiket dibeli.

· Proses cek in tanpa mempergunakan tiket.

· Mempergunakan jenis pesawat tunggal

· Konfigurasi kelas tunggal

· Tidak ada tambahan makanan di pesawat

· Jumlah staf awak pesawat sedikit

· Waktu pelayanan di bandara yang sangat cepat

· Lebih banyak memakai tenaga outsourching

Implementasi dari strategi fokus biaya murah dari sebuah maskapai penerbangan adalah dengan melakukan pengurangan biaya dan efisisensi operasional, sehingga dapat menciptakan harga tiket yang murah dengan tetap memperhatikan kualiatas produk yang ditawarkan. Adapun pengurangan biaya dilakukan dengan cara :

· Penggunaan satu jenis pesawat

Pada umumnya pesawat yang digunakan bertipe tunggal seperti Boeing 737s,
Boeing 737 – 700s merupakan pesawat berukuran lebih kecil dan lebih ringan, sehingga mengkonsumsi bahan bakar lebih sedikit dan biaya landing yang lebih murah. Dengan menggunakan satu tipe jenis pesawat, biaya perawatan akan lebih murah termasuk penyediaan sparepart dan teknisi pesawat. Seperti yang dilakukan oleh Oman Air, dengan perubahan penggunaan tipe pesawat ini menghasilkan 20% pengurangan biaya kepemilikan, 50% biaya bahan bakar, 30% pengurangan biaya perawatan, 15% pengurangan biaya operasional termasuk tarif landing (Busines Today, 2001) dalam Rajasekar & Moideenkutty (2007)

· Biaya landing and take off

Setiap airline harus membayar atas pesawat yang mendarat dan terbang dari suatu bandara. Biasanya biaya pada jam sibuk lebih mahal dibandingkan bukan jam sibuk, sehingga jadwal penerbangan bertarif biasanya tengah malam atau pagi hari.

· Biaya Loading

Loading time adalah waktu untuk unloading orang dan bagasi dan kemudian loading kembali orang dan bagasi untuk penerbangan berikutnya. Oleh karena itu low cost carrier biasanya tidak menyiapkan nomor tempat duduk pada saat cek in, untuk mempercepat proses boarding ke pesawat dan mengurangi waktu tunggu pesawat.

· Hanya melayani jalur penerbangan pendek

Semakin jauh perjalanan, maka semakin banyak bahan baker yang dibutuhkan dan semakin sedikit orang atau barang yang bisa dibawa. Maskapai ini biasanya hanya melayani penerbangan dari satu bandara ke bandara tujuan, dan tidak menyusun penerbangan lanjutan dengan maskapai penerbangan lain. Hal ini berarti yang berarti penumpang dengan penerbangan lanjutan dengan pesawat lain harus mengangkut dan mengecek kembali barang bawaan (bagasi) penumpang.

· Tidak ada tambahan makanan di pesawat

Komponen service yang dikurangi adalah tidak ada tambahan makanan seperti pada penerbangan full service, dengan pertimbangan bahwa penerbangan jalur pendek tidak harus diberikan tambahan makanan.

· Investasi infrastruktur teknologi informasi

Penjualan tiket tidak dilakukan melalui agent perjalanan melainkan lewat internet dan pemakaian e-ticket. Hal ini dapat mengurangi biaya saluran distribusi (komisi agent perjalanan), biaya produksi dan biaya distribusi tiket. Dengan adanya penggunaan e-tiket dapat mengurangi service cost secara signifikan. Seperti yang dilakukan oleh Oman Air, pada tahun 2006, perusahaan menandatangani kerjasama dengan Shepherd System, sebuah perusahaan software, dengan mempergunakan produk Clarity. Jaringan ini berbasis sistem online yang dapat diakses setiap waktu dan di setiap tempat. Melalui tiket elektronik (e-ticketing), Oman Air dapat mengurangi pendistribusian tiket sebesar 40% di Oman dan 30% di regional.

Hal yang sama juga dilakukan oleh maskapai penerbangan AirAsia seperti yang dilansir dalam www.airasia.com, AirAsia memperluas jangkauan dan jaringan distribusinya dengan berkolaborasi dengan Galileo International untuk menghubungkan harga dan inventaris kursi penerbangannya ke Galileo GDS. Galileo International merupakan sistem distribusi global (global distribution system atau GSD) yang terkemuka dan juga merupakan anak perusahaan dari Cendant Travel Distribution Services (TDS). Pelucuran Galileo Flight Integrator diharapkan dapat menambah keuntungan serta meningkatkan produktivitas agen perjalanan, karena agen-agen tersebut dapat mengakses seluruh jenjang harga penerbangan AirAsia termasuk harga promosi berkala. Selain itu, layanan berbasis situs ini juga memungkinkan para agen secara mudah mengakses lebih dari 200 penerbangan yang dioperasikan AirAsia, yang tentunya memberikan lebih banyak pilihan dan kemudahan untuk memesan penerbangan dengan tarif rendah serta menjadikan Galileo Flight Integrator sebagai alat pemesanan yang menarik bagi agen perjalanan.

· Konfigurasi kelas tunggal

Low cost carrier biasanya hanya menerapkan satu kelas saja dan biasanya ekonomi kelas Y (kelas ekonomi yang paling rendah). Selain itu juga diterapkan limited time untuk periode booking. Bahkan ada beberapa maskapai yang tidak menyediakan fasilitas booking, pemesanan tiket harus diikuti dengan transaksi pembayaran. Semakin jauh hari penumpang membeli tiket maka diperoleh harga tiket semakin murah, tapi semakin dekat dengan waktu keberangkatan harga tiket semakin mahal. Oleh karena maskapai menerapkan cross revenue antara waktu pembeli jauh dan dekat dengan hari keberangkatan.

· Staf ground service yang sedikit

Low cost airline biasanya tidak mempunya ground service crew yang banyak untuk menekan biaya tenaga kerja. Sehingga untuk urusan barang seperti distribusi mulai dari check in point sampai masuk ke dalam pesawat biasanya diserahkan pada petugas yang disediakan bandara.Justru yang signifikan adalah mengutilitas semaksimal mungkin air crew. Saat mengudara jadi pramugari, saat mendarat (di darat) mereka pun jadi cleaning service.

Brand menjadi sesuatu yang sangat penting sebagai diferensiasi produk dan pelayanan dalam industri transportasi udara. Sebagian besar maskapai penerbangan membangun brand untuk mudah dikenali dalam lingkungan persaingan bisnis. Strategi penentuan harga merupakan sesuatu yang penting, dan tidak menjadi sesuatu yang harus sama antar maskapai.

Penutup

Adanya persaingan yang kompetitif dari penerbangan bertarif murah, semi bertarif murah dan penerbangan dengan pelayanan penuh, menyebabkan perjalanan udara akan menjadi lebih kompetitif. Maskapai penerbangan berusaha untuk mempertinggi angka pertumbuhan di masa yang akan datang. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah

1. Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya, sehingga dapat menawarkan harga murah.

2. Mengidentifikasi pasar baru, yang dapat meningkatkan jumlah pelanggan dan pendapatan.

3. Mencari sumber pendapatan baru selain dari tarif penerbangan